Sejak dahulu Indonesia memang dikenal sebagai pulau penghasil tanaman bernilai
tinggi. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, dan lain-lain yang membuat
raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Pohon-pohon ini telah mengundang
bangsa asing untuk datang ke negeri kita.
Bangsa Eropa mencoba mencari
daerah yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya yang tidak terdapat di
belahan dunia manapun. Sebenarnya yang dicari oleh Christopher Colombus itu
adalah Hindia atau Indonesia, dan bukan Amerika. Oleh karenanya, ketika Columbus
bertemu penduduk asli setempat, ia langsung menyebutnya sebagai Indian. Yang
dimaksud Columbus dengan India pada waktu itu bukanlah negeri India yang kita
kenal sekarang, tapi adalah wilayahnya di selatan termasuk bagian daripada yang
merupakan wilayah Indonesia sekarang. Indonesia waktu itu disebut Eropa dengan
Hindia timur karenanya juga Belanda menamakan jajahannya di Nusantara dengan
nama Hindia Belanda. Indonesia memang memiliki pohon-pohon bernilai tinggi
sehingga banyak yang mencari asal darimana pohon-pohon tersebut
berasal.
Berikut pohon-pohon asal Indonesia yang bernilai tinggi sejak
zaman dulu:
Cengkeh
Cengkeh adalah rempah-rempah
purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Semerbak
harum cengkeh, telah membius banyak negara untuk menemukan sumbernya. Ketika itu
di dunia, cengkeh hanya diketahui dapat tumbuh di pulau-pulau kecil di Maluku.
Ternate adalah tanah asal cengkeh selain Tidore, Makian, Bacan, dan Moti. Dari
kelima pulau ini pohon cengkeh menyebar. Gara-gara harumnya kuncup bunga ini,
berbagai bangsa datang mencarinya sampai ke bumi Maluku Utara.
Cengkeh
(Syzygium aromaticum, syn/Eugenia aromaticum) adalah tangkai bunga kering
beraroma yang berasal dari keluarga pohon Myrtaceae. Dalam bahasa Inggris,
cengkeh biasa disebut dengan cloves. Bunga cengkeh merupakan tunas bunga yang
berbentuk lonjong dengan panjang rata-rata 1,5-2 cm saat dipanen.
Cengkeh sejak dulu sudah menjadi bahan dagangan yang dicari oleh para
pedagang India. Dalam kitab Raghuvamsa karangan Kalidasa yang menurut para ahli
hidup sekitar tahun 400 M disebut Lavanga (cengkeh) yang berasal dari
dvipantara. Wolter percaya bahwa yang dimaksud dengan dvipantara adalah Kep.
Indonesia.
Dari Cina tercatat Dinasti Han, memanfaatkan keharuman cengkeh
sebagai penyegar nafas. Pada abad ke-4, pemimpin Dinasti Han dari Tiongkok
memerintahkan setiap orang yang mendekatinya untuk mengunyah cengkeh agar
nafasnya harum. Semua yang hendak bertemu dan berinteraksi dengan Kaisar Cina
diharuskan mengulum atau mengunyah cengkeh untuk menghindarkan kaisar dari bau
nafas tak segar.
Selain oleh bangsa Cina, cengkih telah lama digandrungi
orang-orang Mesopotamia. Dari penemuan arkeologi peradaban Sumeria (peradaban
purba di selatan Mesopotamia, tenggara Irak) diketahui cengkeh sangat populer di
Syria pada 2400 SM. Ini bukti yang sangat kuat bahwa perdagangan rempah-rempah
dari kepulauan Maluku sudah ada sejak zaman purba. Catatan mengenai popularitas
cengkeh dari Maluku dikemukakan arkeolog Giorgio Buccellati. Dari rumah seorang
pedagang di Terqa, Efrat Tengah pada 1700 SM, ia menemukan wadah berisi
cengkeh.
Pada masa lalu, harga cengkeh cukup mahal. Cengkeh sangatlah
mahal pada zaman Romawi. Cengkeh jadi bahan tukar menukar oleh bangsa Arab di
abad pertengahan. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah
menjadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal di Eropa, melebihi harga
emas. Pada akhir abad ke 15, orang Portugis membawa banyak cengkeh yang mereka
peroleh dari kepulauan Maluku ke Eropa. Pada saat itu, harga 1 kg cengkeh sama
dengan harga 7 gram emas. Perdagangan cengkeh akhirnya didominasi oleh orang
Belanda pada abad ke 17. Dengan susah payah, orang Perancis berhasil
membudidayakan pohon Cengkeh di Mauritius pada tahun 1770. Cengkeh lalu
dibudidayakan di Guyana, Brasilia dan Zanzibar. Pada abad ke 17 dan ke 18 di
Inggris, harga cengkeh sama dengan harga emas karena tingginya biaya
impor.
Cengkeh banyak digunakan sebagai bumbu, baik dalam bentuknya yang
utuh atau sebagai bubuk. Minyak esensial dari cengkeh juga mempunyai fungsi
anestetik dan antimikrobial. Minyak cengkeh sering digunakan untuk menghilangkan
bau nafas dan untuk menghilangkan sakit gigi. Rempah-rempah ini telah menjadi
barang berharga yang dapat digunakan untuk aneka keperluan mulai dari perasa
makanan, minuman, obat-obatan, dan rokok.
Pala
The island can be smelled before it can be
seen, demikian ungkap Giles Milton mengawali bukunya Nathaniels Nutmeg. Ungkapan
itu kurang-lebih bermakna; kepulauan Banda dapat tercium wanginya sebelum
pulaunya terlihat. Maka terbayangkan betapa luar biasa Banda dengan Pala-nya
saat itu. Dalam perdagangan internasional, pala Indonesia dikenal dengan nama
”Banda nutmeg”. Pala merupakan tanaman buah asli Indonesia, khususnya Banda dan
pulau-pulau Maluku lainnya. Tanaman ini kemudian tersebar di Pulau Jawa. Sejak
itu, pembudidayaan pala terus meluas sampai Sumatera. Pala kini tidak lagi
"monopoli" orang Banda Naira. Sekarang sudah ada pala Grenada, yang menjadikan
pala sebagai salah satu ekspor andalan mereka.
Pala, yang dalam bahasa
latin disebut Myristica Fragrant Houtt atau di Cina dikenal Loahau, sementara di
India disebut Jadikeir. Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau
kekuning-kuningan. Daging buahnya/ pericarp tebal dan rasanya asam.
Dalam
sejarah, Eropa baru mengenal pala pada abad ke-11 melalui para saudagar Arab,
meskipun ada dugaan, pala telah dikenal masyarakat Mesir kuno yang digunakan
untuk mengawetkan mummi.
Menurut catatan Fransisco de Alburquerque,
seorang saudagar Portugis, Cina sejak kurang lebih 600 tahun telah berdagang dan
menetap di Banda Naira jauh sebelum mereka, dan bangsa Arab. Bukti lain yang
mendukung, adanya peta jalur perdagangan kuno yang membentang dari daratan Cina
hingga ke Banda Naira, yang dikenal dengan silk route atau "jalur
sutra".
Bangsa-bangsa dari benua Eropa pada abad pertengahan datang ke
Indonesia untuk mendapatkan Pala. Harga biji dan bunga pala saat itu lebih mahal
dari harga emas. Pentingnya Pala membuat Belanda sampai menukar Pulau Run di
kepulauan Banda, Maluku dengan Pulau Manhattan (New Amsterdam) di Amerika
Serikat. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1667 dalam perjanjian Treaty of
Breda. Inggris dan Belanda menandatangani Perjanjian Breda (Treaty of Breda).
Belanda memilih menyerahkan Manhattan kepada Inggris dan menukarnya dengan pulau
Run. Bagi Belanda ketika itu, Pulau Run lebih penting dibandingkan dengan
Manhattan hanya untuk buah pala.
Buah ini digunakan pada masakan daging
di negara-negara seperti; Arab, Iran, dan utara India. Di India, masakan seperti
masala adalah mengandung pala, demikian pula ras el hanout dari Moroko, dan
galat dagga dari Tunisia, serta baharat dari Arab Saudi.
Selain sebagai
rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang
banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Dalam hal
ini, kulit batang dan daun pala, serta Fuli. Fuli adalah benda untuk menyelimuti
biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala, atau disebut "bunga
pala".
Adapun biji pala jarang dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi
sebagai rempah-rempah. Padahal biji pala sesungguhnya dapat meringankan semua
rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam
lambung dan usus. Juga sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat
muntah-muntah dan lain-lain.
Gaharu
“Sudah gaharu cendana pula”, itulah ungkapan sejak
ratusan tahun yang lalu. Dari ungkapan tersebut dapat diketahui bahwa garahu dan
cendana sudah dikenal sejak lama dan memiliki nilai tinggi. Kedua jenis kayu
tersebut melambangkan kemakmuran.
Gaharu (Aquilaria spp.) merupakan
komoditas langka dan spesies asli Indonesia. Gaharu berarti harum yang berasal
dari bahasa Melayu, atau dari Bahasa Sansekerta ‘aguru’, berarti ‘kayu berat
(tenggelam)’. Gaharu adalah bahan parfum yang diperoleh dari hasil ekstraksi
resin dan kayunya. Dilihat dari wujud dan manfaatnya, gaharu memang sangat unik.
Gaharu sebenarnya sebuah produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat
kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar
tanaman pohon induk (misalnya: Aquilaria M.) yang telah mengalami proses
perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu
tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu. Gaharu sebenarnya adalah
hasil persenyawaan enzim jamur tertentu yang menginfeksi kayu/pohon gaharu .
Persenyawaan itu menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas penting, semenjak jaman Mesir
Kuno. Mumi mesir, selain diberi rempah-rempah (kayumanis, cengkeh), juga diberi
cendana dan gaharu. Di pasar internasional, gaharu diperdagangkan dalam bentuk
kayu, serbuk, dan minyak.
Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas termahal
dan konsumsi raja-raja semenjak kerajaan kuno Mesir, Babilonia, Mesopotamia,
Romawi, dan Yunani. Mumi-mumi di Mesir, selain diolesi kayu manis dan cengkeh,
juga diberi minyak mur, minyak cendana, dan minyak gaharu.
Sejarah telah
membuktikan bahwa keharuman gaharu telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu.
Sejak zaman dahulu, gaharu menjadi komoditas perdagangan dari kepulauan
nusantara antara lain ke India, Persia, Jazirah Arab, dan Afrika
Timur.
Gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik oleh kalangan
bangsawan (kerajaan) hingga masyarakat suku pedalaman di pulau Sumatera dan
pulau Kalimantan. Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia. Gaharu adalah
bahan parfum, kosmetik dan obat-obatan (farmasi).
Indonesia merupakan
negara produsen gaharu terbesar di dunia dengan kualitas terbaik. Manfaat gaharu
antara lain getahnya untuk bahan pembuatan hio dan dupa serta industri kosmetik,
sedangkan pohonnya berguna untuk konservasi lingkungan karena secara baik mampu
menyerap air. Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara
Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di
Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku
yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun,
lotions, pembersih muka serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver,
antialergi, obat batuk, penenang sakit perut, rhematik, malaria, asma, TBC,
kanker, tonikum, dan aroma terapi.
Kapur barus
Pada al-Qur’an surat al-Insan
(76) ayat ke 5 menyebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan
akan meminum dari gelas, minuman yang dicampur kafur”. ( AlQuran 76:5). Kafur
yang dimaksud ayat itu menurut beberapa pendapat adalah kapur barus. Dari
konteks ayat tersebut jelas bahwa kafur merupakan sesuatu yang mewah dan
istimewa.
Keberadaan kafur ini telah dicatat oleh Ptolemy, geograf Yunani
yang dinyatakan berasal dari Barus (Barousai). Barus ini merupakan sebuah daerah
di sekitar utara Sumatera. Sebuah peta kuno yang dibuat Claudius Ptolemos, dari
Yunani pada abad ke-2 Masehi ini, bahwa di pesisir sumatera telah terdapat
sebuah Bandar niaga bernama Baraosai yang menghasilkan wewangian dan kapur
barus.
Nama Ilmiah dari Kapur Barus yaitu Cinnamomum camphora. Kapur
barus disebut juga dengan kamfer (atau camphor dalam bahasa Inggris). Tanaman
ini adalah pohon besar, tinggi hingga 65 m atau bahkan 75 m, ditemukan di hutan
campuran pada tanah yang dalam humat berpasir kuning. Tanaman ini adalah kayu
keras berat. Kamfer tersebut diambil dari bagian tengah pohon kapur. Kamfer
dahulu kala dibuat dari potongan kayu batang pohon Cinnamomum camphora. Dimana
potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan
penghabluran diperoleh kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di
pabrik.
Kapur barus inilah salah satu hal yang menarik para pedagang
Cina, India, Parsi, Arab, Turki, dan Eropa datang ke Barus. Sedemikian
tersohornya kota Barus sebagai penghasil bahan baku kamfer sejak abad ke 9,
hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia berlayar ke Barus untuk membeli
kayu penghasil kamfer ini.
Sejak abad ke-4 sampai abad ke-10 Masehi atau
sesudahnya, kapur barus atau kamper merupakan barang komoditas di sebagian besar
dunia, dari Cina sampai kawasan Laut Tengah (meliputi Indocina, Asia Tenggara,
India, Persia, Timur Tengah, bahkan Afrika). Sumber tertua yang menyebutkan
kamper adalah catatan seorang pedagang Cina awal abad ke-4 Masehi, yang
menelusuri Jalur Sutra. Di Barat, catatan tertua tentang kamper berasal dari
tulisan seorang dokter Yunani yang tinggal di Mesopotamia, bernama Actius
(502-578). Sementara itu, kronik Dinasti Liang (502-557) di Cina mengaitkan
kamper dengan sebuah daerah yang nanti dikenal dengan Barus.
Mesir
diketahui telah mengimpor sejumlah komoditi dari selatan, di antaranya kapur
Barus dari kota Barus di pesisir timur Sumatera. Kapur Barus yang diolah dari
kayu kamfer telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada
zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum
masehi.
Pada zaman dulu, Kapur Barus sudah menjadi barang yang sangat
penting sehingga Banyak orang Eropa dan Timur Tengah berdatangan ke Barus.
Menurut Marco Polo, harga kapur barus semahal emas dengan berat yang
sama.
Tapi sayang dewasa ini kapur barus diproduksi tidak lagi memakai
bahan baku kayu pohon kamfer, tetapi dibuat secara sintesis dari minyak
terpentin. Kapur atau kamfer dari Barus berbeda dengan kapur barus yang
digunakan masyarakat modern untuk membasmi serangga atau rayap. Kamfer dari
Barus penting untuk farmasi atau pengobatan kuno, pembalseman mummi (mummy),
obat dan wewangian.
Cendana
Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental
(1514) menulis bahwa para pedagang sering mengatakan "Tuhan menciptakan Maluku
untuk cengkeh, Banda untuk pala, dan Timor untuk kayu cendana".
Cendana
(Santalum album L.) adalah tanaman khas yang tumbuh di Pulau Timor dan Pulau
Sumba Nusa Tenggara Timur. Konon karena pohon cendana inilah pulau Sumba
kemudian mendapatkan julukan sebagai Sandalwood Island.
Sejarah
membuktikan, bahwa cendana telah diperjualbelikan sejak abad ke-3. Waktu itu
banyak kapal dagang yang datang ke Pulau Timor dan Pulau Sumba, kemudian
diangkut ke pelabuhan transito di wilayah Indonesia bagian barat (Sriwijaya)
untuk selanjutnya diteruskan ke India. Hal tersebut menarik perhatian
bangsa-bangsa lain, hingga pada abad ke-15 datanglah bangsa Eropa (Portugis,
Belanda) ke Pulau Timor untuk melakukan transaksi cendana. Sejak itu perdagangan
cendana semakin marak, di Pulau Timor terdapat 12 pelabuhan yang ramai
dikunjungi kapal dagang mancanegara. Banyak pedagang dari wilayah Indonesia
bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa
Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor.
Oemerling dalam
bukunya The Timor Problem menuliskan bahwa penyelidikan sumber-sumber Cina yang
kuat menyatakan bahwa Timor sudah menghasilkan kayu cendana untuk pasaran Asia
ratusan tahun sebelum Vasco da Gama berlayar mengelilingi Tanjung Pengharapan
Baik. Inspektur Cina Chau Yu Kua pada tahun 1225 telah menulis bahwa Timor kaya
dengan kayu cendana dan telah melakukan hubungan perdagangan dengan
Jawa.
Schrieke (1925) menegaskan bahwa paling lambat tahun 1400, atau
mungkin sudah sejak sebelumnya, Timor telah dikunjungi oleh para pedagang dari
pelabuhan-pelabuhan Jawa secara teratur. Para pedagang Islam dari India sejak
tahun 1400 telah berdiam di kota pelabuhan jawa bagian Timur sehingga mereka
juga telah mengadakan kontak perdagangan cendana dengan Timor. Minyak cendana
sudah termasyur di Asia Timur sejak dahulu kala karena kasiatnya.
Sejak
jaman kuno cendana telah dipergunakan oleh orang Hindu dan Cina sebagai dupa
dalam rangka upacara keagamaan dan kematian. Di samping itu orang Hindu
menggunakan tepung cendana sebagai bedak pelabur kulit untuk membedakan kasta
Brahmana dan kasta lainnya. Kayu cendana juga dimanfaatkan untuk patung, bahan
kerajinan dan perkakas rumah tangga. Dalam pembakaran mayat orang Hindu
kadang-kadang digunakan pula kayu cendana. Minyak cendana yang wangi baunya
digunakan sebagai bahan pengobatan dan campuran minyak wangi
(parfum).
Greshoof (1894-1909) menuliskan bahwa para tabib Arab sudah
mengenal minyak cendana sejak tahun 1000 Masehi. Cendana dikenal sebagai barang
mewah di Eropa khususnya perusaha farmasinya. India sejak perang dunia pertama
memasarkan minyak cendana ke Eropa dan lebih mengambil keuntungan besar dari
Timor karena Timor saja yang menghasilkan kayu cendana - (Risseuw 1950). Selain
pelabuhan Fatumean / Batumean (Tun Am - Amanatun), juga ada pelabuhan dagang
yang ramai dikunjungi seperti Kamanasa, Mena, Sorbian, Samoro, Ade (Timor, Ende
et Solor par Godinho en 1611).
Sebenarnya masih banyak tanaman
Indonesia yang bernilai tinggi selain dari yang disebutkan di atas. Jika semua
itu kita kembangkan bukan tidak mungkin hasil alam Indonesia itu akan dapat
membuat rakyat di Indonesia lebih sejahtera.
http://indonesiatop.blogspot.com/2012/08/pohon-pohon-asli-indonesia-yang.html